Monday 25 August 2014

Strela Dari Rusia Untuk Kemacetan Jakarta



Pemerintah Jakarta sudah berkali-kali merencanakan pembangunan MRT(mass rapid transportation) atau monorail, yang detailnya telah dilupakan oleh semua orang, tetapi pembangunannya tak juga selesai. Kali ini, jalanan di pusat ibukota kembali digali untuk realisasi proyek tersebut.

Maksim Dyakov, Managing Partner Russkie Transportniye Sisteme, bagian dari MORTON holdings yang ikut serta dalam beberapa waktu lalu, menyatakan bahwa sepertinya jalanan tersebut tergali percuma.  Maksim bercerita, ia dan perusahaannya datang ke Jakarta untuk menawarkan proyek pembangunan sistem tranportasi darat “Strela” yang lebih cocok memenuhi kebutuhan Jakarta. Strela merupakan sistem transportasi ringan berupa kereta gantung, yang diciptakan di Jerman dan dimodifikasi oleh para insinyur di Rusia.

Di berbagai kota dunia, Strela dapat dilihat dalam bentuk “trem terbalik”. Berikut gambaran mengenai Strela, JIka dijelaskan secara singkat, pada prinsipnya kendaraan tersebut adalah rel yang berada di dalam balok bercelah di bawahnya, yang tergantung di udara pada tiang-tiang logam. Sistem komunikasi dihapus dari balok tersebut. Motor elektrik tanpa pengemudi dapat menggerakkan hingga lima kabin dalam satu susunan yang tergantung pada bogie yang bergerak di atas rel-rel yang ada di dalam balok.
Maksim menyatakan, saat pertama kali datang ke Jakarta ia langsung menyadari bahwa kota ini terhimpit permasalahan transportasi. “Transportasi darat praktis tidak bergerak pada  jam sibuk. Metro bawah tanah membutuhkan pengembangan yang lama dan mahal, sedangkan sistem yang kami tawarkan tidak hanya dapat dibangun dengan cepat, tetapi juga dibangun pada ruang darat yang sekarang ini masih kosong ,” kata Maksim.
Secara keseluruhan, situasinya hampir sama dengan pembangunan gedung-gedung tinggi, yang sekarang sedang tumbuh di Jakarta seperti jamur. Tanah semakin sempit dan penduduk yang padat, bahkan masih terus bertambah, meningkatkan kebutuhan pembangunan tempat tinggal yang diikuti pembangunan sistem tranportasi secara vertikal.
Menurut Dyakov, mereka menawarkan sesuatu yang jauh lebih cepat dan murah dibandingkan sistem transportasi lainnya. “Strela lebih murah hingga 4-6 kali dari kereta bawah tanah, 3-5 kali lebih murah dari monorail, dan tentu jauh lebih murah dibandingkan dengan MRT,” cerita Dyakov.
Strela dapat dibangun pada tiang-tiang fondasi yang sudah ada di Jakarta. Secara khusus, pencetus proyek ini siap menggantikan lajur busway yang mengambil lebar jalan raya utama Jakarta secara signifikan. Selain itu, bukan hanya dapat memanfaatkan tiang fondasi yang sudah ada, titik transit dan perhentian yang adapun juga dapat digunakan untuk Strela.
Untuk pembangunan proyek MRT yang sederhana saja, dibutuhkan 22 juta dolar AS per kilometernya. Harga tersebut belum termasuk harga tanah yang akan digunakan. Tidak ada yang berencana menghitung harga tanah tersebut, tetapi yang jelas harganya sangatlah mahal. Perusahaan Rusia menawarkan proses yang sebaliknya: jalan yang dipakai sebagai lajur busway sekarang kembali diperuntukan bagi mobil dan kendaraan lainnya karena Strela tergantung di udara tanpa menganggu arus jalan di bawahnya.
Selain itu, sampai sekarang sistem transportasi baru yang ditawarkan bagi Jakarta terkesan kaku dan komersil. Perusahaan asing datang ke Indonesia dan menawarkan berbagai macam solusi dengan nilai tertentu, yang kelak dibayarkan kepada mereka. Sementara menurut Maksim, Rusia siap tidak hanya membawa teknologi, tetapi juga mengajarkannya kepada orang lokal, termasuk warga negara Indonesia di Rusia. “Kami siap berinvestasi untuk proyek tersebut, tidak hanya dengan modal MORTON holdings saja, tetapi siap membawanya ke tingkat kerja sama antar negara,” ungkap Maksim
Pihak Rusia siap menempatkan titik produksi di Jakarta, menciptakan lapangan kerja dan teknologi baru secara bersamaan. Sebagian konstruksi yang kami gunakan berupa logam. Perwakilan-perwakilan perusahaan Indonesia sudah berdiskusi  dan siap memproduksi konstruksi tersebut di Indonesia. Yang paling menarik dari hal tersebut adalah konstruksi lokal dapat mengurangi biaya pembangunan dan tentunya menguntungkan semua pihak. Berbeda dengan perusahaan Cina, kami tidak bisa membawa bahan dari negara kami sendiri. Jarak yang ditempuh sangatlah jauh.

Follow twitter kami: @minesiastore

Bendung Raknamo Yang Tak Sekedar Kado

Bendungan Raknamo (Detik.com) Selasa 9 Januari 2018menjadi hari spesial bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur, karena selain kunjungan p...