Tuesday 30 April 2013

Ketika MU Cinta Produk Indonesia, Dan Kita Tidak...



Dunia mungkin jungkir balik, bertautan namun tidak dalam kenormalan, melepaskan setiap bagian yang kadang menertawakan sifat dan kepribadian kita sebagai bangsa. Proses itu tak diduga dan disangka, pada akhirnya menelanjangi sifat-sifat primitif kita bahwa Indonesia menapak pada sebuah istilah kolotisme.

Kestabilan logika diuji, Perlahan namun pasti keegoan akan pemujaan sifat kebarat-baratan benar-benar melukai sejarah leluhur bangsa, menistakan nilai keanekaragaman yang hayati dan bermakna fanatisme sempit bahwa biru akan membiru. Tinggal keusangan nantinya menjadi bagian dari materi yang bernama produk Indonesia.

Begitulah primodarlisme menetas dalam sumbu yang salah, kesalahan elementer yang tak mendukung keIndonesian akhirnya ditelisik pihak luar yang datang dengan gerbong kemewahan yang didukung simpul kemiskinan yang menyeruak didalam negeri, bangsa ini kehilangan jati diri dan lupa akan budaya sendiri, identitas kadang bernilai amat mahal dan ironisnya kita sadar akan hal itu.

Tengoklah bagaimana jersey Manchester United dibuat dengan bernafaskan Indonesia, berkelas dan penuh pemujaan membanjiri mpunya. Buatan Indonesia yang diolah orang Indonesia nangkring dengan kelas yang boleh dibilang mewah, kita memetamorfosa kedalam tingkat yang berbeda tapi bangsa kita justru mengkerdilkan karya anak bangsa, produk Indonesia dituduh tak akan sampai kelevel tersebut.

Nike pun juga mengilhami bagaimana ketidakpercayaan kita bahwa tangan terampil bangsa Indonesia mampu mengukir maha karya yang disertai pujian setinggi langit dari berbagai kalangan nun jauh disana, tapi sekali lagi dibalik itu semua ada fakta pahit, "nilai" akan mahakarya buruh yang tak sepadan dengan hasilnya membuat para tuan bersuka cita diatas kesengsaraan kaum buruh, keterlaluan.

New Blance, Dolce & Gabana, Zara memiliki unsur yang kesempurnaan kerja bangsa Indonesia, nilai produk mereka bukanlah apa-apa jika menggunakan merek lokal namun dengan nama besar mereka yang sudah terlalu besar, harga bisa melonjak puluhan kali lipat, produk Indonesia menjadi berlian di luar negeri, naas sebagian dari kita tergila-gila dengan membelinya tapi atas nama merek asing produk mereka.

PT. Sritex Solo sudah menasbihkan kebangkitan sunyi tanpa hingar bingar produk mereka dengan mejeng di seragam militer Nato walaupun serupa dengan nasib pabrik tekstil lainnya namun kita harus bangga paling tidak dari tangan yang terampil yang penuh keikhlasan lahir mahakarya yang dipuji dunia internasional.


Kami sedang menggalakan penggunan produk Indonesia, follow twitter kami : @minesia_store






Sunday 28 April 2013

Oleh Randal, Indonesia Memadamkan Api Dunia


Teori konvensional pemadam api berbentuk segitiga, dimana dijelaskan api dapat terbentuk jika memenuhi 3 unsur yaitu panas, oksigen, dan bahan bakar. Bila 3 unsur tersebut terpenuhi maka akan timbul api dan sebaliknya jika salah satu unsur hilang maka api akan padam, tapi teori ini tak sepenuhnya benar, Randal Hartolaksono menyempurnakan dan menjadi sukses karena bantahan akan teori itu.

Menurut Randal, secara kimia setiap benda memiliki elektron dan tujuh orbit yang mengelilingi Jika elektron dipanaskan maka dia akan berusaha keluar dari orbitnya. Apabila sudah keluar dari orbit ketujuh maka energi yang dihasilkan akan semakin besar, hal ini yang dikenal sebagai api. Sifat ini berlaku disetiap benda hanya titik api berbeda-beda. Namun kalau dapat menetralkan elektron maka api dapat dicegah, hal ini terus menjadi patokan untuk menciptakan pemadam api made in Indonesia.

Terinspirasi dari Bj Habibie, Randal pulang ke tanah air dan mengembangkan bisnisnya yang berlandasan teknologi pemadam api. 20 tahun berkarir di Inggris tak menghilangkan rasa cintanya untuk mengembang diri di Indonesia. Tak cuma pulang kampung Randal memboyong pabriknya di London ke Cibitung dengan nilai investasi 10 miliar dolar tahun1991. Dari Indonesia Randal mengendalikan bisnisnya di Singapura, Taiwan dan Cina.

Dibawah bendera Hartindo grup, Randal membuktikan dirinya sebagai tak hanya jago kandang, tapi juga mampu unjuk gigi dibanyak negara seperti Malaysia, Thailand, Arab Saudi, Perancis, Inggris dan USA. Terakhir Hartindo grup mengakuisisi 60% saham Ecoblu yang bermarkas di New Jersey pada November 2010 dengan transaksi US$ 20 Juta dan kian mengokohkan bisnisnya di Amerika Serikat.

Produk pemadam api nya sudah mendapat 3 sertifikat dari Inggris BS 5432, dari Singapura SS 232 dan juga BPPT. Randal juga mendesain pemadam kebakaran pada peralatan militer Diraja Malaysia. Selain itu bunker-bunker rahasia militer Malaysia. Pemerintah Malaysia kemudian membutuhkan 380 ribu ton pemadam kebakaran buatan Hartindo grup.

Tak selamanya Indonesia hanya mengirim tenaga kerja informal ke luar negri, tapi melaui Randal Hartolaksono made in Indonesia menggeliat untuk menunjukkan jati diti bangsa.

Kami sedang menggalakkan produk Indonesia, dukung kami dengan follow twitter kami : @minesia_store


Saturday 27 April 2013

ABC, Memberi Energi dunia Dari Indonesia


Pernah melihat iklan baterai bertransformasi menjadi robot, dengan senjatanya yang mampu mengeluarkan baterai sehingga alat-alat elektronik yang membutuhkan baterai dapat langsung berfungsi dengan sendirinya, percayalah ini tak ada hubungan dengan merek serupa yang dimiliki Heinz grup pada brand makanannya, ABC yang ini asli Indonesia.

Diproduksi di Daan Mogot, Jakarta, PT.International Chemical Industri memproduksi baterai ABC dan Alkaline untuk diekspor kelebih dari 50 negara. Bermula dari perusahaan keluarga PT.International Chemical Industri menjelma dan bertransformasi menjadi perusahaan modern dengan 3 pabriknya. Pabrik pertama berdiri di Medan dengan nama PT. Everbright tahun 1959. Kemudian didirikan pula pabrik di Jakarta dengan nama PT. International Chemical Industri. Seiring meningkatnya permintaan, PT International Chemical Industri mendirikan pabrik di Surabaya tahun 1982.

Masyarkat Indonesia sudah kunjung suka dengan produk Indonesia, predikat top brand sering diraih oleh baterai ABC, selain itu fungsinya yang mempunyai daya tahan dan multifungsinya menjadikan produk ini makin kokoh sebagai produk baterai kering favorit. Baterai ABC tercatat sudah memiliki ISO 9000 tentang standar mutu dan ISO 14000 tentang pelestarian lingkungan.

Keberhasilan ABC mengembangkan produknya tak lain berkat suksesnya mereka menjadi bagian dari event komunitas robot atau komunitas tamiya. Perusahaan besar pun tak ragu untuk menjadikan baterai ABC sebagai bagian produknya, tercatat seperti Kodak, Sony, Toshiba hampir semua produk yang memakai baterai selalu merekomendasi baterai ABC untuk produknya. Mereka juga memesan untuk dibuatkan baterai yang nama labelnya menggunakan nama perusahaan mereka. Jadi jangan kaget jika membeli barang tersebut dan menengok baterainya akan tercantum logo ABC didalamnya.

Sesuai slogannya 'baterai ABC serba guna dan tahan lama', ABC memberi energi pada dunia dan kebanggaan pada Indonesia.

kami sedang menggalakkan penggunaan produk Indonesia, dukung kami dengan follow : @minesia_store

Monday 8 April 2013

Dari Kudus dan Semarang, Made In Indonesia Mengejar Bangsa Jepang



Mungkin namanya kebarat-baratan, tebakan anda antara campuran Jepang dan sedikit kebarat-baratan, namun tunggu dulu dibalik namanya yang kebarat-baratan terselip nama PT. Hartono Istana Teknologi, ya PT. Hartono Istana teknologi melahirkan Polytron untuk terbang tinggi dengan rasa Indonesia.

Keindonesiannya tak perlu diragukan, dengan mempunyai manufaktur di kudus dan semarang jelas betapa kentalnya kebanggaan sebagai satu-satunya produk elektronika asal Indonesia.

Pada 6 Mei 1975, pemilik pabrik rokok PT Djarum, Hartono mendirikan perusahaan bernama PT Indonesian Electronic & Engineering dengan modal disetor Rp 50 juta, untuk memproduksi barang elektronik. Waktu itu, perusahhaan sejenis sudah banyak yang lahir dan boleh dikata sudah berkembang lebih dulu.

Sejak awal, pendirinya langsung mencanangkan, kelak industrinya ini harus mandiri, kendatipun tidak punya pengalaman di bidang industri elektronik. Tekad itu pula membuat pemilik usaha ini pun sejak awal enggan melibatkan modal asing. Karena itulah, perusahaan ini tidak memiliki prinsipal, sehingga perusahaan tidak perlu membayar royalti dari setiap unit produk yang dihasilkan dan dijualnya.

Tak punya dasar elektronika, grup Djarum merekrut 14 orang wanita untuk dilatih menyolder agar dapat membuat sebuah produk. Diimpor produk komponen elektronika dari Belgia, jadilah TV dengan bentuk besar dengan salon suara yang terpisah, sehingga bentuk menjadi ekstra besar dari tv biasanya.

Anda bisa menebak reaksi pasar, TV yang seukuran lemari ini tak mendapat tempat di toko-toko Semarang dan Jakarta, malah sales penjual diusir, grup Djarum pun seakan gagal total bermain teknologi.

Gagal tak berarti putus asa, justru kegagalan menjadi awal untuk mendapatkan hasil yang baik, niat perusahaan rokok untuk belajar elektronika patut diacungkan jempol.

Setir dibanting, dan arah haluan pun berubah. Dibeli lagi komponen-komponen produk-produk televisi dari Hongkong. Mulailah dirakit TV hitam-putih 20 inci. Saat yang sama, perusahaan mulai membentuk lembaga riset dan pengembangan yang kemudian membuat PT Hartono Istana Electronics (tahun 2000 berubah nama menjadi PT Hartono Istana Teknologi) menjadi manufacturer yang menciptakan sendiri disain produknya (self design product).

Alih teknologi televisi juga didapat dari kerjasama mereka dengan perusahaan televisi Salora dari Finlandia (saat ini bernama Nokia). Bahkan mereka mampu menghasilkan televisi dengan daya 20 watt saja, yang diklaim sebagai yang pertama di dunia. Kini selain pasar Asia, Polytron sudah menembus Eropa dan Australia.

Kisah Polytron ini bisa menunjukkan bukti bahwa karya bangsa Indonesia sebenarnya bisa bersaing dan menembus dominasi Barat, Jepang, atau Korea yang sudah lebih dulu mapan teknologi elektronika. Hal yang seakan tak pernah terpikirkan ketika produk luar menjajah paradigma tentang produk elektronika berkualitas.


Kami sedang menggalakkan cinta produk Indonesia : @minesia_store

Saturday 6 April 2013

Lion Air, Made In Indonesia Yang Menguasai Langit Asia Tenggara


Anda tak perlu merisaukan perang dagang antara Tony Fernandez dan Rusdi Kirana, yang satu dari Malaysia dengan panji Air Asia yang satu orang Indonesia dengan panji Lion Airnya. Dua-dua bertarung di penerbangan murah, hal yang sempat diejek dimasa lalu karena anda tak mungkin terbang dengan selamat melalui maskapai murah.

Dua-duanya membalikkan hal tersebut, berbekal laba yang tipis dari penjualan tiket karena mereka berdua menjual tiket super murah, mereka kini menjadi pemimpin di langit Asia Tenggara, ya baik Air Asia maupun Lion Air memimpin jumlah penumpang terbanyak di Asia Tenggara, namun pertanyaanya siapa yang lebih unggul?.

Air Asia sebelumnya menaklukkan AirBus dalam penandatangan kontrak 200 pesawat senilai 18,2 Milyar dolar. Tapi hanya beberapa bulan berselang Lion Air menaklukkan jumlah pesanan peswat terbanyak dengan dua gembong manufaktur pesawat dunia, Boeing dan AirBus, Boeing dengan 200 pesawat dan Airbus dengan 234 pesawat, Air Asia kalah telak.

Jika Air Asia membeli pesawat dengan menaklukkan perdana menteri Inggris dalam penandatangan kontrak maka Lion Air menaklukkan dua pemimpin negara besar, Presiden USA Barrack Obama dan Presiden Perancis Francois Hollande dalam penandatangan kontrak bersejarah. Luar Biasa.

434 pesawat Lion Air dalam kurun waktu 2 tahun membuat Lion Air masuk dalam 10 besar maskapai penerbangan dengan jumlah armada terbanyak didunia. Hal ini hanya berlangsung kurang dari 15 tahun berdirinya Lion Air, sebuah fase fantastis yang diperoleh maskapai penerbangan.

Air Asia membuka cabang di Indonesia, Lion juga tak mau kalah dengan membuat maskapai penerbangan murah di Malysia melalui Malindo Air. Maskapai penerbangan ini dibuat melalui kerja sama dengan NADI Malysia dengan komposisi saham 51 : 49, Lion Air juga akan terbang di Thailand dan Vietnam, langkah baik untuk menguasai Asia Tenggara.

Dengan jumlah penumpang yang mencapai 30 juta penumpang, bukanlah hal yang sulit untuk Lion Air menatap masa depan yang cerah, walaupun sempat dicemaskan melalui pailit Batavia Air, Lion Air tetap yakin berjaya karena pengelolaan manajemen mereka yang baik.

Ya, Malaysia pelan namun pasti menunjukkan ekspansi dari kejayaan ekonomi mereka, namun Indonesia tak mau kalah, melalui Lion Air Indonesia siap 'menyerang' balik dengan kejayaan ekonomi Indonesia.

Kami sedang melakukan gerakan mendukung produk nasional, dukung kami dengan follow: @minesiastore

Menyerang Kesultanan Sulu, Malaysia Pakai Made In Indonesia

Malaysia dan Kesultanan Sulu memang tengah berkonfrontasi, saling mempertahankan hak atas daerah yang bernama Sabah. Dengan korban berjatuhan diantara kedua belah pihak jelas perang bukanlah hal terbaik untuk mendapatkan sesuatu yang disebut kemenangan.

Saling sikut untuk membuktikan yang terbaik adalah sebuah kekalahan dalam peperangan, Baik yang menang dan menguasai pihak yang kalah adalah sesungguhnya kekalahan dua belah pihak. Kemenangan justru bisa terlihat dari perdamaian antara dua belah pihak.

Begitulah ketimpangan perang antara Malaysia dengan kerajaan Sulu. Yang satu full dengan berbagai macam peralatan canggih yang satu full tekad dan semangat. Ketimpangan yang punya intrik dan strategi dalam produk Indonesia.

Produk Indonesia yang dipakai salah satunya adalah panser Anoa, buatan Pindad. Panser menjadi kendaraan taktis Malaysia untuk memukul mundur gerakan pasukan Sulu untuk hengkang dari Sabah. Tentu disini bukan berarti Indonesia mendukung Malaysia untuk menyerang tentara kerajaan Sulu tapi lebih dari itu, perang Malaysia, simbol kebangkitan teknologi Indonesia.


Percayalah ada simbol-sibol kebangkitan yang akan menunjukkan pada dunia, bangsa ini bangkit dan menunjukkan kepada Indonesia bahwa dimasa lalu bangsa Indonesia pernah menaklukkan dunia, Indonesia jaya

Dukung dengan cara follow twitter kami : @minesiastore

Bendung Raknamo Yang Tak Sekedar Kado

Bendungan Raknamo (Detik.com) Selasa 9 Januari 2018menjadi hari spesial bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur, karena selain kunjungan p...