Thursday 9 May 2013

Demi Airbus dan Boeing, IMF "Kubur" IPTN



Semua ini berkat seorang anak negeri yang merantau jauh ke negeri orang, Jerman. Pilihannya tepat, Jerman,  negara yang tengah memulihkan diri dari kekalahan perang dunia mencoba menaikkan harga diri. Melalui ilmu pengetahuan dan teknologi Jerman coba menyusun kembali serpihan harga diri tersebut, tak mengenal lelah Jerman juga mulai mempelajari lebih dalam teknologi bersama anak muda Indonesia saat itu Baharudin Jusuf Habibie.

Tak ditanggapi oleh pemerintahan era sebelumnya, BJ Habibie justru dijemput pulang oleh pemerintahan orde baru. Pemerintahan ketika itu memberi kesempatan lelusa bagi BJ Habibie untuk mengembangkan luas visi dan misi membangun dunia teknologi Indonesia. IPTN lahir sebagai mimpi presiden kala itu Soeharto agar bangsa ini memimpin dalam teknologi minimal untuk tingkat Asia Tenggara.

Cikal Bakal IPTN 

Sebelum negara berkembang berpikir akan teknologi, Indonesia yang baru 16 tahun merdeka mulai merintis teknologi pesawat melalui lembaga Persiapan Industri Pesawat Terbang (LAPIP) yang dibentuk oleh KSAU. Berkaitan dengan pendirian LAPIP maka terjalinlah kerjasama dengan CEKOP (Industri Pesawat Terbang Polandia). Kerjasama ini meliputi pembangunan gedung untuk fasilitas manufaktur pesawat terbang, pelatihan SDM dan lisensi PZL 104 WILGA sebagai cikal pesawat Gelatik.

Melalui tangan dingin Nurtanio lahir beberapa jenis pesawat terbang transpor ringan untuk pertanian dan aero club. Bukah hanya Gelatik, ada Kunang, Belalang dan Sikumbang. Namun ketika Nurtanio meninggal tahun 1966, Pemerintah menggabungkan KORLAPIP dan PN Industri Pesawat Terbang Berdikari menjadi LIPNUR sebagai upaya efisiensi. Kenyataan berkata lain proyek pesawat terbang nasional mangkrak hingga datanglah BJ Habibie.

Era Pesawat Terbang Made In Indonesia

Sebelumnya IPTN bernama Industri Pesawat Terbang Nurtanio yang berdiri pada 26 April 1976 dengan BJ Habibie sebagai presiden direkturnya. Kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara pada 11 Oktober 1985.

Produk IPTN antara lain CN 235, N245, N219, NC212, N250. N250 Gatot koco merupakan pesawat yang diluncurkan dan dilpu sacara masif diadalam negeri, pesawat buatan putra putri Indonesia itu tak mengalami dutch roll (Oleng) berlebihan saat lepas landas yang pertama. Pesawat ini juga yang pertama dikelas "Subsonic Speed" yang memakai teknologi fly by wire. Saat pertama kali lepas landas, N 250 diawaki oleh pilot capt (alm) Erwin Danuwinarta dan Co-pilot Sumarwoto. Hal Ini menjadi tonggak bersejarah di Indonesia dan dunia penerbangan Asia Tenggara.

IMF "Mengubur" IPTN

Menjelang krisis ekonomi IPTN kala itu sedang mengembangkan pesawat terbang berbadan lebar N2130. Jika proyek ini berhasil maka akan mengurangi ketergantungan impor dari Airbus dan Boeing. Dengan jenis Jet twins engine narrows body maka persaingan didunia peswat berbadan lebar akan dijelajah IPTN bersama Airbus dan Boeing. Sayang krisis moneter berkata lain, Soeharto yang meminta IMF untuk menalangi dana bantuan untuk pengembangan N2130 tak dikabulkan, malah IMF meminta kepada pemerintah Indonesia melalui klausul pinjaman untuk menutup IPTN. IPTN tutup dan dinyatakan bangkrut kemudian berganti nama menjadi PT DI pada tahun 2000.

Perkembangan PT DI praktis hanya menjadi pemasok komponen untuk Airbus dan Boeing, namun PT mampu memproduksi pesawat yang dibeli Korea Selatan, Malaysia, Thailand, dan Pakistan. bahkan negara seperti Malaysia dan Korea Selatan memeakai pesawat PT. DI untuk jenis pesawat kepresidenan.  Sekarang PT.DI telah mampu mengembangkan helikopter jenis super puma pesanan TNI AU.







No comments:

Bendung Raknamo Yang Tak Sekedar Kado

Bendungan Raknamo (Detik.com) Selasa 9 Januari 2018menjadi hari spesial bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur, karena selain kunjungan p...